Jakarta, dotNews.id – Ahmad Kurtubi salah satu pengamat Energi, ikut angkat bicara soal siapa yang patut disalahkan dalam tragedi kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, hingga menewaskan 18 orang dan puluhan lainnya terluka bakar.
Menurutnya, Pertamina tidak salah berkaitan dengan lahan. Sebab lahan yang ditempati masyarakat saat ini, di sisi-sisi Depo Plumpang merupakan milik Pertamina.
Kurtubi justru mendesak agar hukum segera ditegakkan dengan mengusut siapa pihak yang mencuri, menjual lahan Depo Pertamina Plumpang hingga akhirnya banyak permukiman berdiri di sebelahnya.
Lebih dalam Kurtubi mengatakan, awalnya pada 1970, Pertamina diberi kuasa pertambangan mutlak lewat negara dalam UU untuk memenuhi kebutuhan BBM seluruh rakyat Indonesia.
Ketika itu, Pertamina langsung mengundang banyak investor untuk masuk, dan mempermudah segala kebutuhannya. Sejak saat itu, produksi perminyakan Pertamina langsung meningkat luar biasa.
“Pertamina itu terdiri dari ahli-ahli perminyakan lho, mereka sudah memikirkan bagaimana harus berkembang. Ada dua syarat untuk menumbuhkan demand, harus melihat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk,” kata Kurtubi dikutip dari saluran Youtube Apa Kabar Indonesia, Minggu (5/3/2023), dilansir POSKOTA.CO.ID
Lanjutnya, ketika itu infrastruktur depo-depo yang dibangun, termasuk Depo Pertamina Plumpang sudah dirancang untuk kebutuhan 80 tahun ke depan.
Maka disiapkanlah lahan 150 hektare di Depo Pertamina Plumpang. Para ahli Pertamina sadar bahwa masyarakat harus jauh dari fasilitas storage vital negara. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, justru tanah-tanah Pertamina dicuri.
Sampai-sampai hanya menyisakan jarak 500 sampai 1 meter saja dengan permukiman warga yang terus bertumbuh di sekitarnya.
Jadi, jangan salahkan Pertamina, yang legalisir dan yang mencuri tanah itulah yang harus disalahkan dan diusut. Karena Pertamina sudah menghitung berdasarkan keilmuwan Ilmiah!”
“Pertamina sadar mereka harus berdiri di lahan aman, harus jauh dari penduduk, makanya disiapkan lahan besar. Di mana ketika itu Jakarta masih sepi, tidak seperti sekarang,” kata Kurtubi
Lebih jauh Kurtubi lantas menegaskan agar hukum segera ditegakkan. Dia juga heran, lahan-lahan yang dicuri dari Pertamina justru dilegalisir keabsahan surat-suratnya.
“Jadi sudahlah, menurut saya, tegakkan hukum, siapa yang mencuri tanah Pertamina usut! Itu pencurian tanah milik negara,” tegasnya.
Pertanyaan Kurtubi seolah menekankan jika lahan SHM kanan-kiri di sisi Pertamina belum jelas keabsahannya.
Dia juga menyinggung bagaimana saat ini Pertamina makin dipangkas kekuasaannya. Berbeda dengan dulu yang memegang penuh kuasa pertambangan.
“Nah itu dia, kok dibiarkan, malah dilegalisir, lebih-lebih setelah Pertamina pasca UU Migas, Pertamina malah seolah dilempar dari sistem dan tak lagi pegang kuasa pertambangan. Ibaratnya nyawanya hampir dicabut jadi PT Persero biasa dan justru ada, maaf ya, kini cuma di bawah ketiak BUMN,” ujarnya.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan Pertamina sekarang dinilai tidak mampu untuk sekadar mengusir orang di lahannya sendiri.
“Padahal dulu Pertamina sangat dihormati, disegani semua perusahaan minyak dunia, luar biasa dulu. Kalau sekarang, ya sudah,” pungkasnya.(**)